Lorong IT– JAKARTA, KOMPAS.com – Presenter serba bisa Raffi Ahmad diketahui telah dilantik menjadi Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni oleh Presiden Prabowo Subianto pada 22 Oktober 2024. Sebagai pejabat negara Raffi kini harus melaporkan setiap penerimaan gratifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), termasuk terkait endorsement. Apabila pelaporan tersebut tidak dilakukan dalam waktu 30 hari, maka dianggap sebagai suap dan bisa dipidana. Hal itu termaktub dalam Pasal 12B Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 20 tahun 2001tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi, “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum”.
Kemudian, dalam bagian penjelasan Pasal 12B Ayat (1), gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Oleh karena itu, segala bentuk penerimaan oleh penyelenggara atau pejabat negara harus dilaporkan ke KPK untuk ditelaah apakah terkait dengan tugasnya atau tidak. Mengapa KPK Tak Memberikan Larangan Tegas soal Endorsement untuk Pejabat Negara termasuk Raffi Ahmad? Namun, Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan menyebut bahwa Raffi Ahmad dan Istrinya Nagita Slavina tidak dilarang menerima endorsement. “Tidak ada larangan yang tegas dan jelas (untuk Raffi sebagai pejabat terima endorsement). Jadi, biasanya sih boleh saja, mungkin etis atau tidak saja ya,” ujar Pahala saat dikonfirmasi pada Rabu, 13 November 2024. Keputusan KPK untuk tidak memberikan larangan tegas terhadap pejabat negara yang menerima endorsement, seperti yang dialami artis Raffi Ahmad, memunculkan polemik. Meski banyak pihak yang menganggap endorsement sebagai potensi konflik kepentingan bagi pejabat publik, Pahala Nainggolan menjelaskan bahwa sejauh ini tidak ada aturan yang secara eksplisit melarang hal tersebut.
Menurut Pahala, tidak ada aturan yang tegas mengenai larangan bagi pejabat negara untuk menerima endorsement dalam bentuk barang atau jasa. Namun, Pahala menyinggung soal etika dalam menilai apakah tindakan tersebut sesuai dengan standar yang diharapkan dari seorang pejabat negara.
Sumber: kompas.com