Lorong IT – Pemerintah menjamin keamanan dan perlindungan data pribadi masyarakat pada kartu tanda penduduk (KTP) digital atau identitas kependudukan digital (IKD). Maka dari itu, masyarakat diimbau untuk mengaktifkannya.
Asisten Deputi Perumusan Kebijakan dan Koordinasi Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB), Cahyono Tri Birowo mengatakan mulai 2024 pemerintah akan menggantikan KTP dengan identitas kependudukan digital (IKD) atau KTP digital.
Hal itu tertuang dalam peraturan presiden yang lanjutannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 132 Tahun 2022 tentang arsitektur Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Nasional dan Perpres Nomor 82 Tahun 2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional.
“Pemerintah menjamin bahwa layanan dalam kebijakan SPBE di dunia digital lebih aman. Regulasi ini mendukung keamanan data, privasi, dan inklusivitas. Kebijakan ini mencakup standar penggunaan IKD yang memastikan bahwa hak-hak pengguna atau masyarakat dilindungi, dan memperkuat landasan hukum untuk pengembangan dan pengelolaan IKD,” katanya kepada Beritasatu.com, Jumat (9/2/2024) malam.
Kementerian PAN dan RB bersama kementerian dan lembaga (K/L) lainnya selalu berusaha menjaga keamanan data dan privasi pengguna. Diakui, pihaknya menerapkan implementasi standar keamanan data yang tinggi, pengelolaan risiko yang cermat, dan penegakan regulasi yang ketat sebagai kunci dalam mencegah penyalahgunaan informasi pribadi pengguna.
Menurutnya, pentingnya keamanan dan privasi dalam penggunaan IKD sangat menjadi perhatian. Sistem harus dirancang dengan standar keamanan yang tinggi untuk melindungi data pribadi pengguna. Penerapan teknologi enkripsi dan mekanisme pengamanan yang canggih menjadi prioritas agar masyarakat merasa aman menggunakan IKD.
Cahyono mengungkapkan Perpres 132 dan 82 mengamanatkan pelayanan terpadu khususnya pada tiga hal. Pertama, layanan pemerintah seharusnya lebih terkonsolidasi. Misalnya saja layanan kependudukan makin berkolaborasi antara Kemendagri, Kemenkominfo, Kementerian PAN dan RB, K/L, serta sektor lainnya yang menggunakan layanan kependudukan.
Kedua, layanan kependudukan terkait penerapan KTP digital dan perlindungan data pribadi itu bisa dapat dilaksanakan.
Dengan demikian tidak perlu lagi dikhawatirkan terkait UU data pribadi itu dipastikan keamanan data pribadi, sehingga KTP digital tersebut bisa langsung digunakan untuk layanan menggunakan yang identitas digital yang lebih aman.
Ketiga, karena Indonesia butuh percepatan, maka pembangunan ini merupakan kolaborasi beberapa K/L dalam kerangka identitas digital.
Sebenarnya terkait KTP digital atau IKD ini, pemahaman masyarakat harus lebih diedukasi. Jadi digital itu tidak hanya mengubah pola manual ke digital seperti KTP, di scan dan dijadikan sebagai syarat layanan di dalam website atau layanan digital. Seharusnya tidak demikian.
Tetapi apa yang bisa merubah KTP itu menjadi yang sifatnya dalam dunia digital itu bisa layak digunakan. Salah satunya itu pergunakan UU ITE yang baru Nomor 1 Tahun 2024, yaitu memanfaatkan sertifikat elektronik, sehingga memiliki dua kunci atau dua langkah keamanan.
Maka yang private key disimpan dan digunakan oleh pihak penyelenggara sistem elektronik atau website layanan digital tersebut.
Dijelaskan, apabila sudah menerapkan dua langkah keamanan tersebut, maka saat data itu diakses dan dikirimkan ke pengguna diminta langkah konfirmasi atau bisa memberikan kunci lanjutannya.
Jadi meskipun ada kebocoran atau hack data, maka tidak bisa serta merta diambil datanya langsung, karena data tersebut sudah terkunci dan yang bisa membuka hanya pemilik datanya yakni warga negara tersebut.
“Inilah yang mau kita berikan pemahaman kepada masyarakat bahwa jangan sampai dalam dunia digital, ia merasa bahwa data dirinya sudah aman dengan menggunakan sistem yang sudah ada, namun sebetulnya justru dimanfaatkan dalam dunia digital tersebut,” terangnya.
Diketahui saat ini banyak masyarakat yang mengunggah foto KTP di berbagai sistem dan aplikasi dan dikhawatirkan akan digunakan oleh pihak lain.
“Jadi strateginya adalah kita memakai strategi keamanan konfirmasi atau security by design harus dilakukan sejak awal. Ini karena selama ini pihak lain selfie foto diri dengan memegang KTP,” terang dia.
Dalam penggunaan KTP digital juga perlu adanya pernyataan persetujuan atau tidak dalam aplikasi Android, iOS atau browser terkait data yang digunakan. Tetapi karena kurang memahami semua disetujui dan masyarakat seharusnya diedukasi tentang pemahaman layanan digital.
“Misalnya saja seperti pesan Whatsapp terhadap multifaktor aplikasi. Jadi kalau ada satu yang di-hack orang, pasti ada pesan lanjutan yang meminta kode atau perintah ketika suatu sistem yang tengah dijalankan. Saat ini sudah dimulai dan hendak dilakukan pemerintah kita pakai dengan memanfaatkan sertifikat elektronik dan dikonfirmasi dengan multifaktor integrasi,” papar Cahyono.
Jadi, setidaknya menggunakan two factor yang menggunakan konfirmasi ulang lewat sertifikat elektronik. Dalam teknologi hal ini sebenarnya tidaklah rumit apalagi didalam KTP memiliki informasi mengenai biometrik.
Langkahnya, setiap membuat KTP untuk pertama kali harus datang ke kantor dukcapil dan direkam biometriknya, maka saat akan mendapatkan layanan terintegrasi.
Diketahui, teknologi ini sudah lumrah dan menjadi umum saat ini yang juga digunakan di negara Estonia, termasuk warga negaranya menggunakan dalam sistem pemilihan umum (pemilu). Hal ini termasuk di negara yang memiliki sistem pemerintahan yang baik pada digital, yakni Singapura, Korea, Jepang, Denmark, dan Inggris.
Sumber : (beritasatu.com)